
Kamu pernah berpikir: “Apa jadinya kalau algoritma optimasi itu punya jiwa filsafat?” Nah, Dialectic Search (DA) lah jawaban nyeleneh tapi menarik itu. DA mencoba memadukan prinsip dialektika — konflik antara tesis dan antitesis — ke dalam pencarian solusi optimal. Ya, algoritma ini bak semacam diplomasi internal antar solusi, yang saling berdebat agar menghasilkan sintesis yang lebih baik.
Dalam dunia optimasi—yang biasanya terlihat serius dan teknis—DA hadir seolah berkata: “Hei, mari kita argumen!” Tapi jangan salah, argumennya punya metode. Mari kita kulik lebih dalam bagaimana algoritma ini bekerja, kelebihan dan kekurangannya, serta apakah dia layak kamu tambahkan ke koleksi tool optimasimu.
Dalam dialektika klasik, setiap tesis (gagasan) mengandung oposisi — yaitu antitesis — yang memicu konflik. Konflik itu kemudian melahirkan sintesis: ide baru yang membawa elemen—baik dari tesis maupun antitesis—dengan kualitas yang lebih tinggi. DA mencoba mencerminkan prinsip itu secara algoritmis.
Jadi, setiap solusi (tesis) “dihadapkan” pada antitesis-nya. Interaksi antara ke-duanya memungkinkan munculnya solusi baru yang lebih baik. Tidak percaya? Simak cara kerjanya berikut.
DA membagi populasi solusi menjadi dua kategori:
Ini bukan sekadar pembagian acak — peran keduanya harus saling melengkapi agar DA bisa berjalan seimbang antara menjelajah ruang solusi (exploration) dan memoles area bagus (exploitation).
f(x).Analoginya: bayangkan kamu punya tim yang dipilah jadi pemikir idealis vs praktis berdasarkan seberapa “cerdas” mereka dalam solusi awal.
- Spekulatif thinkers mencari antitesis yang jauh di ruang solusi tetapi sebanding kualitasnya.
- Praktis thinkers mencari antitesis yang lebih dekat di ruang solusi tapi dengan selisih kualitas yang layak.
Bayangkan dua teman debat: satu memilih lawan debat jauh tapi kuat, yang lain memilih lawan yang agak dekat agar debat bisa intens tapi tidak chaos.
Setelah menemukan pasangan tesis-antitesis, setiap solusi diperbarui:
X(i) = X(i) + μ ⊙ (Xanti(i) − X(i))
- μ = vektor acak (distribusi seragam untuk spekulatif, normal/uniform untuk praktis)
- ⊙ = perkalian elemen-ke-elemen
Jadi, solusi baru terbentuk lewat “negosiasi” antara salinan diri sendiri dan antitesis-nya — bukan copy-paste mentah, tentu saja.
- Setiap solusi mengevaluasi nilai f(x) barunya.
- Jika lebih baik dari versi pribadi terbaik sebelumnya, diperbarui.
- Juga, global best diperhitungkan dan populasi kembali diurutkan.
Proses ini terus berulang hingga kondisi berhenti terpenuhi (misalnya limit iterasi).
Penulis artikel asli menguji DA terhadap fungsi-fungsi benchmark (Hilly, Forest, Megacity) dengan 10.000 iterasi. Hasilnya memang tidak spektakuler, tapi lumayan kompetitif:
Artinya: DA bukan pemenang mutlak, tapi cukup stabil dan tidak punya kelemahan ekstrem di berbagai kasus.
Jadi, DA cocok kamu gunakan ketika kamu butuh algoritma yang cukup serbaguna, tidak ingin banyak tuning parameter, tapi juga tidak butuh performa puncak dalam kasus khusus ekstrem.
f(x) cukup halus agar interaksi tesis-antitesis bekerja wajar.Jika kamu butuh pseudocode atau skrip MQL5-nya, versi asli artikel sudah menyediakan potongan kode lengkap.
Jadi, Dialectic Search (DA) adalah algoritma optimasi dengan nuansa filosofis — pendekatan yang “berdebat” antar solusi agar muncul sintesis yang lebih baik. Model ini punya kelebihan seperti parameter minimal dan keseimbangan eksplorasi–eksploitasi, serta kekurangan seperti konvergensi yang tidak terlalu tajam. Namun, jika kamu mencari alternatif algoritma optimasi yang tidak konvensional dan cukup fleksibel, DA layak kamu masukkan ke daftar coba.
Kalau kamu menyukai konten teknis dengan sentuhan kreatif seperti ini, jangan lupa follow akun sosial media INVEZTO agar kamu nggak ketinggalan insight, tutorial, dan info menarik lainnya. Ayo gabung dan kita eksplorasi trading & teknologi bersama! 🚀
EUR/USD (~1.1480)Pasangan ini turun ke ~...
Sistem Trading Berbasis Siklus...
Emas 1979 vs 2025: Saat Sejara...
Bisakah Anda Menghapus Emo...