
Jurnal trading biasanya penuh dengan angka: entry, exit, lot size, stop loss, take profit. Tapi jarang trader yang repot mencatat apa yang mereka rasakan. Padahal, psikologi seringkali lebih menentukan hasil trading ketimbang indikator super canggih yang kamu pakai.
Karena trading itu bukan cuma adu otak dengan chart, tapi juga adu sabar melawan emosi sendiri. Dengan mencatat pikiran dan perasaan saat trading, kamu bisa tahu kapan lagi jadi “trader waras” dan kapan sudah berubah jadi “penjudi kelas kakap”.
Sebelum klik tombol buy/sell, tanyakan ke diri sendiri: “Gue lagi FOMO, baper, atau memang ini setup yang sesuai strategi?” Catat jujur. Kalau ternyata sering masuk posisi karena FOMO, jelas masalahnya bukan market, tapi psikologimu.
Saat harga mulai goyang, pikiran manusia lebih heboh daripada drama Korea. Catat: apakah kamu masih percaya sama rencana awal, atau mulai ragu dan pengen geser stop loss? Dari sini kamu bisa lihat apakah kamu tipe trader yang disiplin atau tukang panik.
Kalah itu wajar, tapi kalau setiap loss bikin kamu pengen banting laptop, berarti ada PR besar di manajemen emosi. Catat: apakah kamu merasa tenang, marah, atau justru terlalu euforia saat profit? Emosi setelah trade bisa jadi cermin kualitas mental tradingmu.
Jurnal trading yang hanya mencatat angka itu ibarat laporan keuangan tanpa cerita di baliknya. Dengan menambahkan catatan psikologi, kamu bisa tahu apakah masalah ada di strategi atau justru di otakmu sendiri. Ingat, strategi bisa disalin, tapi mentalitas nggak bisa di-copy-paste.
Mau dapet lebih banyak insight sarkas tapi berguna soal psikologi trading? Follow akun social media INVEZTO sekarang juga biar kamu nggak cuma jadi trader modal feeling, tapi trader yang beneran ngerti diri sendiri.
EUR/USD (~1.1480)Pasangan ini turun ke ~...
Sistem Trading Berbasis Siklus...
Emas 1979 vs 2025: Saat Sejara...
Bisakah Anda Menghapus Emo...